Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

InstaSpiritual: Persepsi Generasi Muda Muslim Terhadap Keselarasan Konten Media

Kamis, 12 Juni 2025 18:33 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Gus Miftah
Iklan

Menganalisis persepsi generasi muda Muslim terhadap keselarasan konten spiritual @pixmenleonard di Instagram dengan nilai-nilai Islam.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi generasi muda Muslim terhadap keselarasan konten spiritual @pixmenleonard di Instagram dengan nilai-nilai Islam. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, penelitian ini melibaatkan tiga informan dengan latar belakang berbeda yang merepresentasikan sikap pro, netral, dan juga kontra terhadap akun tersebut.

Data dikumpulkan melalui wawancara online semi-terstruktur, analisis konten, dan observasi keterlibatan digital. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan persepsi di kalangan generasi muda Muslim. Sebagian mengapresiasi cara penyampaian simple dan menghibur, sementara yang lain mengkritisi kontennya yang dianggap provokatif dan kurang berfokus pada pesan keagamaan.

Temuan juga mengungkap adanya dilema antara efektivitas komunikasi konten spiritual melalui pendekatan popularitas atau ketenaran dengan tanggung jawab menyampaikan pesan agama yang autentik. Studi ini menyimpulkan, meskipun konten InstaSpiritual mampu menarik minat generasi muda Muslim, diperlukan juga keseimbangan antara kedalaman materi keagamaan dan kreativitas konten.

Penelitian ini merekomendasikan agar content creator harus bisa memperhatikan akurasi pesan keagamaan, sementara penonton didorong untuk selalu bersikap selektif dan kritis dalam mengonsumsi konten spiritual di media sosial.

Kata Kunci: Media Sosial, InstaSpiritual, Generasi Muda Muslim, Nilai-Nilai Islam.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

A. Pendahuluan

Media sosial telah menjadi tempat yang nyaman bagi generasi muda, mulai dari membentuk pandangan, nilai, dan juga aktivitas keagamaan. Di dalam situasi seperti ini, istilah InstaSpiritual hadir untuk menggambarkan bagaimana aspek keagamaan dan spiritual dikembangkan serta dikonsumsi secara audio maupun visual melalui Instagram. Instagram telah berkembang pesat dari awal mula diluncurkan pada tahun 2010. Menurut data terbaru dari NapoleonCat, pengguna Instagram di Indonesia pada Mei 2025 ini mencapai 90,183,200 pengguna, dengan mayoritas penggunanya yang berusia 18-34 tahun. Ini menggambarkan bahwa Instagram akan lebih besar dampaknya terhadap perkembangan generasi muda.

Konsep InstaSpiritual adalah di mana spiritualitas dikomunikasikan melalui branding, narasi, dan konten audio visual yang menarik. Studi Maries Hermanova (2022) pada influencer spiritual di Instagram merepresentasikan bagaimana ruang ini menjadi third space untuk diskusi spiritual, meskipun sering bersinggungan dengan budaya konsumerisme dan gaya hidup selebriti.

Dalam konteks ini influencer seperti @pixmenleonard atau yang kerap disapa Gus Pixmen muncul, yang kini dikenal karena memberikan konten kritik melalui video Sarkasme yang dibalut dengan parody terhadap beberapa ulama yang dianggap tidak sesuai atau melenceng dari ajaran islam. Namun, bagaimana generasi muda Muslim dapat menilai kesesuaian konten yang disajikan dengan nilai-nilai Islam—baik dalam hal orisinalitas spiritual, syariat, ataupun potensi konsumerisme—masih perlu ditelusuri lebih lanjut.

Generasi muda Muslim kini hidup di zaman yang serba cepat, di mana derasnya arus informasi dari segala arah turut memenuhi platform media sosial. Seringkali nilai-nilai agama dicampur-adukkan dengan nuansa dan gaya hidup kekinian. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang, bagaimana generasi muda Muslim mempersepsikan kesesuaian konten spiritual di media sosial dengan syariat Islam. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hidayatullah & Rachman (2022), menunjukkan bahwa generasi muda cenderung memilah dan memilih dalam menerima konten keagamaan di media sosial. Sementara penelitian oleh Yusuf & Smith (2021) menjelaskan bahwa estetika visual sering kali menjadi faktor utama ketertarikan penonton, dibandingkan kesesuaian dan kedalaman pesan keagamaannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi generasi muda Muslim terhadap keselarasan konten @pixmenleonard dengan nilai-nilai islam. Hasil studi ini diharapkan memberikan wawasan yang dapat diterima bagi para content creator untuk menciptakan konten yang relevan dan bertanggung jawab secara agama—serta pengedukasian bagi para penonton agar lebih teliti dan memastikan informasi yang didapatkan sudah sesuai dengan sumber yang jelas dan akurat.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2025, menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus tunggal untuk menganalisis persepsi mahasiswa Muslim terhadap konten @pixmenleonard. Tiga partisipan dipilih secara purposif berdasarkan variasi sikap (pro, netral, dan kontra) terhadap akun tersebut. Data dikumpulkan melalui wawancara online semi-terstruktur, analisis konten terpopuler, dan observasi keterlibatan digital partisipan. Analisis data mengikuti model Miles & Huberman (1994) meliputi reduksi data, penyajian data, dan verifikasi temuan.

Validitas data dijaga ketat oleh triangulasi sumber dan membandingkan temuan lapangan dengan referensi literatur. Dengan ini, penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman yang konkret dan komperhensif mengenai dampak dari konten spiritual atau keagamaan terhadap persepsi generasi muda Muslim, khususnya kepada content creator yang bertanggung jawab dengan konten yang disajikan harus sesuai nilai-nilai Islam.

C. Hasil dan Pembahasan

  1. Apakah konten @pixmenleonard sejalan dengan nilai-nilai Islam?

Hasil wawancara dari para narasumber memiliki jawaban yang variatif. Ketiga narasumber yang juga bagian dari InstaSpiritual, Jaysyurrahman Rabbani (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, aktivis organisasi KAMMI & PERSIS), Muhammad Reza Pahlevi (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, aktivis organisasi PMII & NU), dan Muhammad Ravi Mizan Ihsani (Mahasiswa Universitas Diponegoro, aktivis IMM & Muhammadiyah). Dari ketiga informan dengan background yang berbeda-beda tentu memiliki jawaban yang beragam pula, ada yang pro, netral, dan kontra dalam konten InstaSpiritual yang disajikan oleh akun @pixmenleonard.

Maraknya konten @pixmenleonard di media sosial tentu menciptakan berbagai pandangan dari para penontonnya, dalam hal ini Reza berpendapat terkait konten-konten yang di-upload mayoritas bersifat profokatif, yang mana output dari hasil menonton kontennya bisa berdampak buruk bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu yang kemungkinan sampai pada taraf kritik keras bahkan membenci.

Jaysyurrahman mengungkapkan bahwa terkadang konten yang diberikan tidak dapat dikatakan menyimpang karena mungkin cara penyampaian ilmu setiap orang itu berbeda-beda, namun dikatakan sejalan dengan nilai-nilai islam pun juga tidak karena balik lagi pada kedalaman niat, apakah hanya untuk viral atau pure untuk mengingatkan.

Berbeda dengan Reza dan Jaysyurrahman, Ravi menganggap bahwa konten @pixmenleonard sesuai dengan ajaran Islam, karena menurutnya semakin berkembangnya zaman maka harus bisa menyesuaikan pula cara penyampaiannya. Dengan sajian konten kritik yang menghibur dengan nuansa parody-nya, ia dapat menyadarkan dan membuka pikiran penontonnya terhadap ulama atau pendakwah yang memang tidak sesuai dengan syariat Islam.

Jika fokus pada berbagai tanggapan yang tertera di kolom komentar Instagram yang tersaji pada akun @pixmenleonard tentu sangat bermacam-macam, ada yang suka karena merasa relate dan sesuai dengan keadaan dan juga menghibur. Ada juga yang tidak suka karena konten @pixmenleonard seolah-olah menyudutkan dan menyamaratakan suatu daerah dengan budaya tersebut seakan paling melenceng, serta konten-kontennya yang kontradiktif dengan ajaran Islam.

Namun, ada pula yang menanggapi kondisi tersebut secara objektif, tidak bisa disalahkan begitu saja karena konten tersebut menjadi konten evaluatif bagi pihak yang dimaksud, tetapi tidak pula dibenarkan dalam nilai-nilai Islam karena tidak ada pengarahan yang ditulis oleh @pixmenleonard di caption, sehingga kolom komentar berisikan diksi-diksi yang saling menjatuhkan satu sama lain.

  1. Apakah gaya penyampaian @pixmenleonardmempengaruhi perilaku Anda secara positif? Atau malah sebaliknya?

Menurut Sita (2013), paparan konten keagamaan di media sosial memiliki efek pada pola perilaku agama di kalangan generasi muda dengan memfasilitasi pemahaman ajaran Islam, meningkatkan nilai-nilai khususnya moral pribadi, serta mendorong diskusi mengenai keyakinan dan praktik keagamaan. Selain itu, Faisal (2020) mengungkapkan studi menunjukkan bahwa platform Instagram dan Youtube memiliki peran yang signifikan dalam mengubah perilaku religius remaja, dengan sebagian besar mengalami perubahan dalam perilaku keagamaan mereka setelah terlibat dengan konten tentang keagamaan di media sosial. Dengan ini, dampak dari konsumsi konten di media sosial sangat signifikan terhadap pemahaman tentang agama generasi muda Muslim, sehingga timbulnya pertanyaan dan perspektif baru dalam memahami nilai-nilai agama.

Jaysyurrahman menganggap konten @pixmenleonard menyadarkannya untuk bisa lebih aware dengan ulama yang kerap dijadikan bahan meme oleh sang content creator, setelah menonton konten-kontennya, ia dapat membedakan mana ulama yang sungguh-sungguh dan yang tidak. Namun ia tetap menggaris bawahi konten Gus Pixmen ini masih mengandung hal-hal yang tidak perlu untuk diangkat sebagai konsep kontennya karena terasa sedikit berlebihan.

Di sisi lain, Reza merasa konten @pixmenleonard sudah keluar dari ranahnya, yang mungkin niat awalnya adalah mengkritisi para ulama yang melenceng tetapi pada tahap ini sudah melewati batasnya, sehingga timbul berbagai ujaran kebencian yang tersebar luas dan memberikan kesan memprovokasi penontonnya untuk membenci pihak tertentu. Menurutnya, baik mengkritisi hal yang memang sudah berlebihan atau melewati batas, namun yang perlu diingat adalah jangan provokatif dan tidak mendasar, karena Islam tidak mengajarkan untuk membenci.

Reza merasa konten-konten seperti akun @pixmenleonard malah lebih ramai ditonton dibandingkan dengan akun Instagram yang membahas ilmu fiqih atau ilmu-ilmu keislaman yang lain secara terstruktur dan jelas. Sedikit berbeda dari Jaysyurrahman, Ravi merasa sangat menikmati konten parodi Gus Pixmen. Ia menyimpulkan bahwa @pixmenleonard hanya ingin memberikan kesan yang rendah dan menghibur saat mengeluarkan kritik pedasnya melalui konten sarkasme, sehingga pesan-pesan yang disampaikan secara tersirat hanya akan dapat dipahami dan diterima oleh kalangan generasi muda.

Ravi mengatakan, ia termotivasi untuk melakukan hal serupa seperti, membuat konten sarkasme untuk mengkritisi hal-hal yang tidak sesuai, dan juga mengikuti gaya penyampaian Gus Pixmen yang santai, menghibur, dan mengandung pesan tersirat.

Terlepas dari ilmu yang didapatkan ketika menonton konten dari @pixmenleonard, perlu digaris bawahi bahwa InstaSpiritual secara aktif dan pasif telah mendonorkan energinya terhadap generasi muda Muslim. Tentu hal ini akan meluangkan berbagai ruang pemikiran secara substansial tentang pengetahuan keagamaan yang tersebar luas di bawah derasnya arus informasi pada media sosial dan kehidupan yang serba cepat. Bertaruh pada setiap individu, harus berlaku bijak dalam mengais berita atau ilmu yang didapatkan, karena dengan tabayyun kita dapat memastikan yang kita terima adalah hal-hal yang benar dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

  1. Apakah Anda merasa ragu untuk menonton konten @pixmenleonard karena khawatir tidak sesuai syariat?

Melihat berbagai tanggapan dari para narasumber menyadarkan kita tentang dampak dari konten di media sosial sangat beragam dalam hal InstaSpiritual, bukan hanya persoalan viralitas, tetapi yang harus diperhatikan adalah pesan dan kesan apa yang akan didapatkan setelah menonton konten yang ada di Instagram. Devi (2024) mengatakan, meskipun media sosial memperkuat identitas keislaman generasi muda dengan memperluas akses terhadap informasi dan memfasilitasi ekspresi diri, mereka juga menghadapi tantangan seperti polarisasi pandangan agama di kalangan kelompok konservatif dan moderat.

Bagi Ravi yang tidak merasa ragu sama sekali karena perspektif setiap orang akan berbeda, menanggapi konten @pixmenleonard yang tersebar luas di sosial media menurutnya wajar ketika dirinya mengambil berbagai pelajaran, bukan hanya dari content creator-nya, tetapi terdapat tanggapan-tanggapan yang bervariasi dan tersalurkan di kolom komentar, sehingga ia mendapatkan insight baru sekaligus menikmati diskusi secara online melalui komentar di setiap konten Gus Pixmen.

Sejalan dengan pendapat Ravi, Jaysyurrahman menginginkan pesan kewaspadaannya yang secara selektif dalam memilih guru atau ulama yang ditonton oleh masyarakat luas. Menurutnya @pixmenleonard telah mewakili pendapat sebagian orang untuk selalu waspada terhadap ilmu yang didapatkan.

Namun, Jaysyurrahman masih merasa khawatir ketika intensitas menonton konten Gus Pixmen tinggi di kalangan orang awam, karena di dalam kontennya itu adalah tanggapan secara pribadi sang content creator dan tidak memberikan ruang untuk cross check terhadap pemikiran ulama yang dimaksud, yang mana nantinya akan memberikan persepsi buruk pada pemikiran penontonnya terhadap guru atau ulama yang ada di Indonesia itu serupa, sehingga penerimaan konten yang tersebar hanya yang berbau komedi dan menghibur semata.

Sangat disayangkan oleh Reza, karena menurutnya @pixmenleonard sebagai conten creator yang konten-kontennya dikonsumsi oleh masyarakat luas tidak dapat dibendung untuk meluruskan pendapatnya, terbentuknya mindset sekilas setelah monton beberapa kontennya, ia merasa terganggu dengan model dan gaya penyampaian Gus Pixmen yang hanya mengandalkan sarkasme. Ia beranggapan bahwa @pixmenleonard memanfaatkan ketenarannya hanya untuk menambah pengikut dan eksistensinya, karena semakin banyak konten yang di-upload semakin tidak jelas arahnya.

Dari jawaban-jawaban di atas menunjukkan adanya perbedaan pandangan dalam menanggapi caara penyampaian informasi di media sosial. Sementara beberapa orang ada yang melihat sebagai ruang untuk belajar dan berdiskusi, yang lain merasa perlu memilah dan memilih informasi yang didapatkan. Gaya sarkastik dan hiburan dalam kontennya membuatnya lebih menarik untuk ditonton, namun juga dapat menimbulkan persepsi yang tidak akurat bagi penonton yang tidak melakukan tabayyun, maka, penting untuk tetap kritis dan bijak dalam mengonsumsi konten-konten yang tersebar di media sosial, terutama yang berkaitan dengan ilmu keagamaan.

D. Kesimpulan dan Saran

Kajian  ini menyoroti persepsi generasi muda Muslim terhadap keselarasan konten spiritual yang disuguhkan oleh akun @pixmenleonard dengan nilai-nilai Islam. Penelitian dengan pendekatan kualitatif dan studi kasus yang melibatkan tiga informan dengan berbagai latar belakang, ditemukan bahwa respon terhadap konten @pixmenleonard atau Gus Pixmen sangat variatif, mulai dari pro, netral, hingga kontra. Dua dari mereka mengapresiasi cara penyampaian yang dibalut dengan unsur komedi, sementara yang lain menganggap bahwa konten tersebut sebagai bentuk provokasi dan berpotensi memicu konflik.

Konten @pixmenleonard dinilai dapat menghidupkan kembali kesadaran kritis terhadap pendakwah atau ulama yang dianggap keluar dari batasnya, namun juga berpotensi melahirkan polarisasi dan ujaran kebencian akibat menggunakan cara yang sarkastik. Di sudut lain, ada rasa kekhawatiran yang timbul karena konten-konten tersebut lebih fokus pada hiburan dan ketenaran daripada isi dan kedalaman pesan keagamaan, sehingga berisiko membentuk pemahaman yang tidak akurat jika penonton tidak melakukan tabayyun atau verifikasi.

Penelitian ini menggarisbawahi perlunya keseimbangan antara ilmu keagamaan dan kratifitas yang dimiliki oleh content creator di media sosial. Temuan ini menjadi pesan penting bagi generasi muda Muslim untuk selalu bersikap selektif dan kritis dalam mengonsumsi konten spiritual di media sosial, serta lebih aktif untuk melakukan riset atau verifikasi informasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Sementara bagi content creator, hasil studi ini dapat dijadikan bahan refleksi dan evaluasi untuk menyiapkan serta memberikan materi yang bukan hanya menarik penonton, tetapi juga edukatif, konstruktif, dan sesuai dengan sumber Islam yang akurat.

 

REFERENSI

Wiramaya, Devi Sastika. "Pengaruh Media Sosial Terhadap Akidah Generasi Z Muslim Di Perkotaan" 4 (2024): 130–42.

Heřmanová, Marie. (2022). "Kami Memegang Kendali": Influencer Instagram dan Proliferasi Narasi Konspirasi di Ruang Digital.

Hidayatullah, MF, & Rachman, A. (2022). Religiusitas Digital: Muslim Muda dan Konsumsi Konten Islam di Media Sosial. Jurnal Studi Media Islam, 5(1), 45-62.

Yusuf, I., & Smith, P. (2021). Estetika Iman: Bagaimana Konten Visual Membentuk Keterlibatan Religius di Instagram. Media Baru & Masyarakat, 23(4), 789-805.

Miles, MB, & Huberman, AM, (1994). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber yang Diperluas. Publikasi Sage.

Sita, PS (2013). Pengaruh Kebudayaan Asing Terhadap Kebudayaan Indonesia. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 6.

Faisal, M. (2020). Manajemen Pendidikan Moderasi Beragama Di Era Digital. Jurnal Konferensi Internasional Tentang Agama, Kemanusiaan dan Pembangunan, 195–202.

Demografi Media Sosial berdasarkan Negara – Pembaruan Bulanan

Bagikan Artikel Ini
img-content
Imtiyaz Allam Nashr

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler